Ads 468x60px

Pages

Featured Posts

Minggu, 05 Oktober 2014

Tugas Bahasa Indonesia - Analisis Artikel Mengenai UU Pilkada

Rancangan Undang-undang tentang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) sudah sejak 2010 disiapkan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Sesuai kesepakatan antara Komisi II DPR dengan Kemendagari, RUU Pilkada akan diselesaikan sebelum penyelenggaraan Pemilu 2014. Dengan demikian pilkada pasca-Pemilu 2014 sudah menggunakan undang-undang baru.

Naskah akademik RUU Pilkada menyebutkan tiga tujuan: pertama, memberikan arahan dalam penyusunan norma-norma pengaturan dalam undang-undang tentang pemerintahan daerah; kedua, menyelaraskan pengaturan norma dalam undang-undang sesuai dengan norma akademis, teoritis dan yuridis; ketiga,  memberikan penjelasan mengenai kerangka pikir dan tujuan norma-norma pengaturan dalam undang-undang tentang pemilihan gubernur dan bupati/walikota.

RUU Pilkada terdiri atas 7 bab dan 181. Dalam RUU ini terdapat dua ketentuan baru yang berbeda secara signfikan dari ketentuan UU No. 32/2004: pertama, pilkada hanya memimilih gubernur dan bupati/walikota, sementara wakil gubernur dan wakil bupati/wakil walikota ditunjuk dari lingkungan PNS; kedua, gubernur dipilih tidak lagi dipilih langsung oleh rakyat, meliankan oleh DPRD provinsi.

Sumber:
http://www.rumahpemilu.org/in/read/148/Rancangan-Undang-Undang-tentang-Pemilihan-Kepala-Daerah

Analisis : RUU yang telah disahkan oleh DPR ini, menurut saya sangat tidak berpihak pada kepentingan rakyat. Secara subjektif, saya sangat tidak setuju dengan UU Pilkada ini. Bukankah pada era Orde Baru rakyat Indonesia bergebu-gebu memperjuangkan totalitas demokrasi? Menurut saya, Pilkada melalui DPRD sedikit banyak telah mencoreng semangat demokrasi. Dan lagi, para dewan yg terhormat adalah pilihan rakyat. Mereka dipilih dengan harapan dapat menjadi perpanjangan mulut rakyat. Anggota dewan hanyalah wakil yang bekerja untuk pimpinannya, dalam hal ini adalah rakyat Indonesia. Mana mungkin bisa seorang wakil menjadi lebih berkuasa dari pada pimpinan? Saya rasa sebagian besar rakyat Indonesia sependapat dengan saya mengenai UU Pilkada. Bagaimanapun kami ingin berpartisipasi dalam memilih pimpinan kami. Gubernur dan Walikota/Bupati terpilih akan bekerja sama dengan masyarakat membangun wilayah yang dipimpinnya selama 5 (lima) tahun masa jabatan. Bukan waktu yang singkat untuk membangun chemistry  satu sama lain, apalagi jika pimpinan tersebut tidak kita ketahui latar belakangnya. Selain itu, Pilkada melalui DPRD riskan akan terjadinya KKN. Calon Gubernur tentulah dipilih yang benar-benar bisa menjadi kaki tangan dan memberi dampak positif bagi partai pengusung para dewan. Jika untuk alasan penghematan anggaran, saya rasa tidak harus mematikan demokrasi. Banyak anggaran berlebih di kementerian maupun project negara lainnya. Seharusnya sebelum memutuskan Pilkada melalui DPRD untuk alasan penghematan, pemerintah terlebih dahulu melakukan transparansi keuangan kepada rakyat. Kami juga berhak mengetahui untuk apa saja anggota parlemen menghabiskan uang kami. Yang sebenarnya harus dihemat adalah pengeluaran "tidak penting" dari wakil kita di parlemen, bukan justru kebebasan dan hak kita sebagai warga negara yang harus dipangkas. Selain itu, Perppu yang dikeluarkan Presiden SBY menurut saya adalah upaya pemurnian nama baik sebelum turun tahta. Jika memang tidak setuju, seharusnya Beliau bisa bersikap tegas sejak awal, dan tidak membiarkan perwakilannya walk out saat pengesahan RUU tersebut. Saya rasa dalam hal ini ada pihak yang dengan sengaja ingin mengambil keuntungan dengan berlakunya UU Pilkada ini. Ini merupakan kemunduran demokrasi bagi bangsa Indonesia. Bukankah suara rakyat adalah suara Tuhan? lalu mengapa mereka sangat berambisi menghilangkan suara Tuhan?

Rabu, 30 April 2014

Review : Pemerintah Sebagai Subjek Hukum Perdata dalam Kontrak Pengadaan Barang atau Jasa (Sarah S.Kuahaty, 2011)



GHEA PUSPA ANUGRAH (23212133)
NURMALA EKATAMI (25212513)
TUTI ANGGRAENI (27212498)

Latar Belakang
Tidak dapat dipungkiri bahwa pemerintah dalam kegiatan sehari-hari melakukan kegiatan bisnis dengan pihak non-pemerintah. Untuk menjalankan fungsinya sehari-hari, pemerintah perlu membeli barang atau jasa. Dalam memenuhi kebutuhannya tersebut, pemerintah tentu harus mengikuti prosedur pengadaan sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Presiden. Sesuai dengan prosedur yang ada, maka perlu adanya surat perjanjian antara dua pihak yang melakukan kegiatan bisnis. Surat perjanjian itu biasa disebut kontrak. Dalam kegiatan bisnis atau jual beli, kontrak sangat dibutuhkan agar transaksi yang dilakukan memiliki kekuatan hukum. Berdasarkan hal tersebut, maka pemerintah dapat dikategorikan sebagai subjek hukum (dalam hal ini hukum perdata).

Tujuan
Penelitian ini dilakukan agar dapat mengetahui kedudukan pemerintah sebagai subjek hukum perdata dalam kegiatan jual beli yang dilakukan dalam rangka pemenuhan kebutuhan untuk menjalankan fungsinya.

Metodologi
Riset ini menggunakan studi literatur. Penulis mengkaji dari berbagai judul buku mengenai badan hukum, pembentukan dan pelaksanaan kontrak dagang, dan sebagainya. Selain itu, penulis juga mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

Kesimpulan
Subjek hukum mempunyai kedudukan dan peranan yang penting dalam hukum perdata. Subjek hukum memiliki wewenang hukum untuk melakukan perbuatan hukum. Dalam perspektif hukum perdata, negara disebut badan hukum publik. Tindakan hukum yang dilakukan negara, dalam hal ini pemerintah, sebagaimana manusia dan badan hukum privat terlibat dalam lalu lintas pergaulan hukum. Pemerintah menjual dan membeli, menyewa dan menyewakan, membuat perjanjian, dan mempunyai hak milik. Ketika terlibat dengan tindakan hukum maka pemerintah tunduk pada peraturan hukum perdata yang berlaku, sebagaimana subjek hukum lain. Apabila timbul permasalahan akibat hubungan hukum yang dilakukan, maka kedudukan pemerintah dapat menjadi pihak dalam sengketa keperdataan dengan kedudukan yang sama dengan seseorang atau badan hukum perdata dalam peradilan umum.

Selasa, 21 Januari 2014

Bank Syariah



Pengertian bank sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 21 tahun 2008 pasal 1 ayat kedua bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat. Pengertian bank syariah (pasal 1 ayat 7) adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya brdasaarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas bank umum syariah dan bank pembiayaan syariah. Menurut Muhammad, Bank Syariah adalah bank yang aktivitasnya meninggalkan masalah riba atau bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga.
Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam. Bank Syariah merupakan lembaga keuangan yang berfungsi memperlancar mekanisme ekonomi di sektor riil melalui aktivitas kegiatan usaha (investasi, jual beli, atau lainnya) berdasarkan prinsip syariah, yaitu aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan nilai-nilai syariah yang bersifat makro maupun mikro.
Nilai-nilai makro yang dimaksud adalah keadilan, maslahah, sistem zakat, bebas dari bunga (riba), bebas dari kegiatan spekulatif dan yang non produktif seperti perjudian (maysir), bebas dari hal-hal yang tidak jelas dan meragukan (gharar), bebas dari hal-hal yang rusak atau tidak sah (bathil) dan penggunaan uang sebagai alat tukar. Sementara itu, nilai-nilai mikro yang harus di miliki oleh pelaku perbankan syariah adalah sifat-sifat mulia yang dicontohkan oleh Rasulullah saw, yaitu shidiqamanahtablig dan fathonah.
Selain Perbankan Konvensional, di Indonesia juga ada Bank Syariah mulai tahun 1992 . Bank Syariah pertama di Indonesia adalah BMI (Bank Muamalat Indonesia) yang mulai beroperasi pada tanggal 1 Mei 1992. Bank syariah ada karena adanya keinginan umat muslim untuk kaffah yaitu menjalankan aktivitas perbankan sesuai dengan syariah yang diyakini, terutama masalah larangan riba, serta hal-hal yang berkaitan dengan norma ekonomi dalam Islam seperti larangan maisyir (judi dan spekulatif), gharar (unsur ketidak jelasan), jahala dan keharusanmemperhatikan kehalalan cara dan objek investasi
Fungsi dasar bank syariah secara umum sama dengan bank konvensional, sehingga prinsip umum pengaturan dan pengawasan bank berlaku pula pada bank syariah. Namun adanya sejumlah perbedaan cukup mendasar dalam operasional bank syariah menuntut adanya perbedaan pengaturan dan pengawasan bagi Bank Syariah.

PENYALAHGUNAAN LC



Letter of Credit (L/C) atau dalam bahasa Indonesianya adalah Surat Kredit Berdokumen, merupakan salah satu dari jasa-jasa perbankan yang biasa digunakan dalam kegiatan ekspor dan impor. Jasa perbankan ini sangat berguna untuk mengurangi resiko penipuan dan memberikan ketenangan  terhadap rasa ketidakpercayaan antara eksporter dengan importer. Transaksi jual beli barang tersebut terjadi lintas, pasti di antara kedua belah pihak belum begitu mengenal secara baik atau bahkan mungkin saja belum pernah bertatap muka. Untuk memahami Letter of Credit dengan mudah, maka mekanismenya akan dibahas pada paragaraf selanjutnya.

Jika eksporter (penjual) dan importer (pembeli) sudah sepakat untuk melakukan transaksi jual beli akan suatu barang, maka pembeli perlu membuat surat kontrak penjualan yang berisi tentang syarat-syarat transaksi dan kondisi akan barang yang diperjualbelikan baik dari kualitas maupun kuantitas. Setelah itu appilcant (pembeli) dapat melampirkan kontrak penjualan tersebut kepada Bank untuk menerbitkan L/C untuk menjamin applicant bahwa setelah ia membayar, ia akan mendapatkan barangnya dan barang tersebut harus sesuai dengan kontrak penjualan yang sudah tertera pada L/C. Bank yang memproses ini disebut dengan Bank Pembuka (Issuing Bank). Perlu diketahui juga bahwa siapa yang berniat menerbitkan L/C, maka dia harus disebut applicant,  sedangkan penjualnya  kita sebut dengan beneficiary.

Tahap selanjutnya Issuing Bank yang memberikan petunjuk kepada beneficiary dalam menjual produknya, Peran Bank berubah menjadi Advising Bank. Transaksi ini terjadi di dua negara yang berbeda, sehingga jarak Advising Bank dengan beneficiary sangat jauh. Untuk itu, Advising Bank di negara applicant dapat digantikan perannya oleh Bank yang ada di negara beneficiary. Jadi dalam hal ini memang memerlukan dua bank, yang satu di negara applicant sebagai Issuing Bank dan satu lagi di negara beneficiary sebagai  Advising Bank.

Setelah itu Beneficiary akan membawa dokumen-dokumen penting ke Bank (mengenai pengiriman produknya ke applicant) untuk dinegoisasikan oleh Bank, apakah semua dokumennya sudah lengkap dan sesuai dengan apa yang tertera di L/C (dalam proses ini Bank berperan sebagai Negotiating Bank). Jika sudah lengkap dan sesuai dengan L/C maka Negotiating Bank akan melakukan pembayaran ke benefeciary atas penjualan yang telah dilakukannya. Kemudian Issuing Bank akan menagih piutangnya pada applicant untuk menyerahkan semua dokumen dan barang-barangnya tesebut. Jika L/C dilakukan dalam negeri sehingga yang digunakan Letter of Credit Local yang dalam bahasa Indonesianya adalah Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN), maka disini peran Issuing Bank dan Advising Bank cukup dengan satu bank saja karena jaraknya terjangkau.

Pembangunan Koperasi di Negara Berkembang



Sejarah kelahiran dan berkembangnya koperasi di negara maju (barat) dan negara berkembang memang sangat diametral. Di barat koperasi lahir sebagai gerakan untuk melawan ketidakadilan pasar. Koperasi tumbuh dan berkembang dalam suasana persaingan pasar. Dengan kekuatannya itu, koperasi meraih posisi tawar dan kedudukan penting dalam konstelasi kebijakan ekonomi termasuk dalam perundingan internasional. Peraturan perundangan yang mengatur koperasi tumbuh kemudian sebagai tuntutan masyarakat koperasi dalam rangka melindungi dirinya. Di negara berkembang koperasi dihadirkan dalam kerangka membangun institusi yang dapat menjadi mitra negara dalam menggerakkan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Kesadaran antara kesamaan dan kemuliaan tujuan negara dan gerakan koperasi dalam memperjuangkan peningkatan kesejahteraan masyarakat ditonjolkan di negara berkembang. Hal itu dilakukan untuk mempercepat pengenalan koperasi dan memberikan arah bagi pengembangan koperasi serta dukungan dan perlindungan yang diperlukan.

Globalisasi dan runtuhnya perekonomian sosialis di Eropa Timur serta terbukanya Afrika menyebabkan gerakan koperasi di dunia telah mencapai status yang menyatu di seluruh dunia. Dahulu jangkauan pertukaran pengalaman gerakan koperasi dibatasi oleh blok politik atau ekonomi. Hingga tahun 1960-an konsep gerakan koperasi belum mendapat kesepakatan secara internasional. Lahirnya Revolusi ILO-127 tahun 1966 menjadi dasar pengembangan koperasi mulai digunakan. Penekanan pada saat itu adalah memanfaatkan model koperasi sebagai wahana promosi kesejahteraan masyarakat, terutama kaum pekerja. Syarat yang ditekankan bagi keanggotaan koperasi adalah kemampuan untuk memanfaatkan jasa koperasi. Dalam hal ini resolusi tersebut telah mendorong tumbuhnya program-program pengembangan koperasi yang lebih sistematis dan digalang secara internasional.