Rancangan Undang-undang tentang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) sudah sejak 2010 disiapkan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Sesuai kesepakatan antara Komisi II DPR dengan Kemendagari, RUU Pilkada akan diselesaikan sebelum penyelenggaraan Pemilu 2014. Dengan demikian pilkada pasca-Pemilu 2014 sudah menggunakan undang-undang baru.
Naskah akademik RUU Pilkada menyebutkan tiga tujuan: pertama, memberikan arahan dalam penyusunan norma-norma pengaturan dalam undang-undang tentang pemerintahan daerah; kedua, menyelaraskan pengaturan norma dalam undang-undang sesuai dengan norma akademis, teoritis dan yuridis; ketiga, memberikan penjelasan mengenai kerangka pikir dan tujuan norma-norma pengaturan dalam undang-undang tentang pemilihan gubernur dan bupati/walikota.
RUU Pilkada terdiri atas 7 bab dan 181. Dalam RUU ini terdapat dua ketentuan baru yang berbeda secara signfikan dari ketentuan UU No. 32/2004: pertama, pilkada hanya memimilih gubernur dan bupati/walikota, sementara wakil gubernur dan wakil bupati/wakil walikota ditunjuk dari lingkungan PNS; kedua, gubernur dipilih tidak lagi dipilih langsung oleh rakyat, meliankan oleh DPRD provinsi.
Sumber:
http://www.rumahpemilu.org/in/read/148/Rancangan-Undang-Undang-tentang-Pemilihan-Kepala-Daerah
Analisis : RUU yang telah disahkan oleh DPR ini, menurut saya sangat tidak berpihak pada kepentingan rakyat. Secara subjektif, saya sangat tidak setuju dengan UU Pilkada ini. Bukankah pada era Orde Baru rakyat Indonesia bergebu-gebu memperjuangkan totalitas demokrasi? Menurut saya, Pilkada melalui DPRD sedikit banyak telah mencoreng semangat demokrasi. Dan lagi, para dewan yg terhormat adalah pilihan rakyat. Mereka dipilih dengan harapan dapat menjadi perpanjangan mulut rakyat. Anggota dewan hanyalah wakil yang bekerja untuk pimpinannya, dalam hal ini adalah rakyat Indonesia. Mana mungkin bisa seorang wakil menjadi lebih berkuasa dari pada pimpinan? Saya rasa sebagian besar rakyat Indonesia sependapat dengan saya mengenai UU Pilkada. Bagaimanapun kami ingin berpartisipasi dalam memilih pimpinan kami. Gubernur dan Walikota/Bupati terpilih akan bekerja sama dengan masyarakat membangun wilayah yang dipimpinnya selama 5 (lima) tahun masa jabatan. Bukan waktu yang singkat untuk membangun chemistry satu sama lain, apalagi jika pimpinan tersebut tidak kita ketahui latar belakangnya. Selain itu, Pilkada melalui DPRD riskan akan terjadinya KKN. Calon Gubernur tentulah dipilih yang benar-benar bisa menjadi kaki tangan dan memberi dampak positif bagi partai pengusung para dewan. Jika untuk alasan penghematan anggaran, saya rasa tidak harus mematikan demokrasi. Banyak anggaran berlebih di kementerian maupun project negara lainnya. Seharusnya sebelum memutuskan Pilkada melalui DPRD untuk alasan penghematan, pemerintah terlebih dahulu melakukan transparansi keuangan kepada rakyat. Kami juga berhak mengetahui untuk apa saja anggota parlemen menghabiskan uang kami. Yang sebenarnya harus dihemat adalah pengeluaran "tidak penting" dari wakil kita di parlemen, bukan justru kebebasan dan hak kita sebagai warga negara yang harus dipangkas. Selain itu, Perppu yang dikeluarkan Presiden SBY menurut saya adalah upaya pemurnian nama baik sebelum turun tahta. Jika memang tidak setuju, seharusnya Beliau bisa bersikap tegas sejak awal, dan tidak membiarkan perwakilannya walk out saat pengesahan RUU tersebut. Saya rasa dalam hal ini ada pihak yang dengan sengaja ingin mengambil keuntungan dengan berlakunya UU Pilkada ini. Ini merupakan kemunduran demokrasi bagi bangsa Indonesia. Bukankah suara rakyat adalah suara Tuhan? lalu mengapa mereka sangat berambisi menghilangkan suara Tuhan?
Minggu, 05 Oktober 2014
Rabu, 30 April 2014
Review : Pemerintah Sebagai Subjek Hukum Perdata dalam Kontrak Pengadaan Barang atau Jasa (Sarah S.Kuahaty, 2011)
GHEA PUSPA ANUGRAH (23212133)
NURMALA EKATAMI (25212513)
TUTI ANGGRAENI (27212498)
Latar
Belakang
Tidak dapat
dipungkiri bahwa pemerintah dalam kegiatan sehari-hari melakukan kegiatan bisnis
dengan pihak non-pemerintah. Untuk menjalankan fungsinya sehari-hari, pemerintah perlu
membeli barang atau jasa. Dalam memenuhi kebutuhannya tersebut, pemerintah
tentu harus mengikuti prosedur pengadaan sebagaimana telah diatur dalam
Peraturan Presiden. Sesuai dengan prosedur yang ada, maka perlu adanya surat
perjanjian antara dua pihak yang melakukan kegiatan bisnis. Surat perjanjian
itu biasa disebut kontrak. Dalam kegiatan bisnis atau jual beli, kontrak sangat
dibutuhkan agar transaksi yang dilakukan memiliki kekuatan hukum. Berdasarkan
hal tersebut, maka pemerintah dapat dikategorikan sebagai subjek hukum (dalam
hal ini hukum perdata).
Tujuan
Penelitian ini dilakukan agar dapat mengetahui kedudukan pemerintah sebagai subjek hukum
perdata dalam kegiatan jual beli yang dilakukan dalam rangka pemenuhan
kebutuhan untuk menjalankan fungsinya.
Metodologi
Riset ini menggunakan studi literatur. Penulis mengkaji dari berbagai judul buku mengenai badan
hukum, pembentukan dan pelaksanaan kontrak dagang, dan sebagainya. Selain itu,
penulis juga mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku di
Indonesia.
Kesimpulan
Subjek hukum
mempunyai kedudukan dan peranan yang penting dalam hukum perdata. Subjek hukum
memiliki wewenang hukum untuk melakukan perbuatan hukum. Dalam perspektif hukum
perdata, negara disebut badan hukum publik. Tindakan hukum yang dilakukan
negara, dalam hal ini pemerintah, sebagaimana manusia dan badan hukum privat
terlibat dalam lalu lintas pergaulan hukum. Pemerintah menjual dan membeli,
menyewa dan menyewakan, membuat perjanjian, dan mempunyai hak milik. Ketika
terlibat dengan tindakan hukum maka pemerintah tunduk pada peraturan hukum
perdata yang berlaku, sebagaimana subjek hukum lain. Apabila timbul
permasalahan akibat hubungan hukum yang dilakukan, maka kedudukan pemerintah
dapat menjadi pihak dalam sengketa keperdataan dengan kedudukan yang sama
dengan seseorang atau badan hukum perdata dalam peradilan umum.
Selasa, 21 Januari 2014
Bank Syariah
Pengertian
bank sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 21 tahun
2008 pasal 1 ayat kedua bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan
taraf hidup rakyat. Pengertian bank syariah (pasal 1 ayat 7) adalah bank yang
menjalankan kegiatan usahanya brdasaarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya
terdiri atas bank umum syariah dan bank pembiayaan syariah. Menurut Muhammad, Bank
Syariah adalah bank yang aktivitasnya meninggalkan masalah riba atau bank yang
beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga.
Bank Syariah
adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa
lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya
disesuaikan dengan prinsip syariat Islam. Bank Syariah merupakan lembaga
keuangan yang berfungsi memperlancar mekanisme ekonomi di sektor riil melalui
aktivitas kegiatan usaha (investasi, jual beli, atau lainnya) berdasarkan
prinsip syariah, yaitu aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank
dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau
kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan nilai-nilai syariah yang
bersifat makro maupun mikro.
Nilai-nilai
makro yang dimaksud adalah keadilan, maslahah, sistem zakat, bebas dari bunga (riba), bebas dari kegiatan spekulatif dan yang non
produktif seperti perjudian (maysir), bebas dari
hal-hal yang tidak jelas dan meragukan (gharar), bebas dari
hal-hal yang rusak atau tidak sah (bathil) dan penggunaan uang sebagai alat
tukar. Sementara itu, nilai-nilai mikro yang harus di miliki oleh pelaku
perbankan syariah adalah sifat-sifat mulia yang dicontohkan oleh Rasulullah
saw, yaitu shidiq, amanah, tablig dan fathonah.
Selain Perbankan Konvensional, di Indonesia juga ada
Bank Syariah mulai tahun 1992 . Bank Syariah pertama di Indonesia adalah BMI
(Bank Muamalat Indonesia) yang mulai beroperasi pada tanggal 1 Mei 1992. Bank
syariah ada karena adanya keinginan umat muslim untuk kaffah yaitu menjalankan
aktivitas perbankan sesuai dengan syariah yang diyakini, terutama masalah larangan
riba, serta hal-hal yang berkaitan dengan norma ekonomi dalam Islam seperti
larangan maisyir (judi dan spekulatif), gharar (unsur ketidak jelasan), jahala
dan keharusanmemperhatikan kehalalan cara dan objek investasi
Fungsi dasar bank syariah secara umum
sama dengan bank konvensional, sehingga prinsip umum pengaturan dan pengawasan
bank berlaku pula pada bank syariah. Namun adanya sejumlah perbedaan cukup
mendasar dalam operasional bank syariah menuntut adanya perbedaan pengaturan
dan pengawasan bagi Bank Syariah.
PENYALAHGUNAAN LC
Letter
of Credit (L/C) atau
dalam bahasa Indonesianya adalah Surat Kredit Berdokumen, merupakan salah satu
dari jasa-jasa perbankan yang biasa digunakan dalam kegiatan ekspor dan impor.
Jasa perbankan ini sangat berguna untuk mengurangi resiko penipuan dan
memberikan ketenangan terhadap rasa ketidakpercayaan antara eksporter
dengan importer. Transaksi jual beli barang tersebut terjadi lintas, pasti di antara
kedua belah pihak belum begitu mengenal secara baik atau bahkan mungkin saja
belum pernah bertatap muka. Untuk memahami Letter
of Credit dengan mudah, maka mekanismenya akan dibahas pada paragaraf
selanjutnya.
Jika
eksporter (penjual) dan importer (pembeli) sudah sepakat untuk melakukan
transaksi jual beli akan suatu barang, maka pembeli perlu membuat surat kontrak
penjualan yang berisi tentang syarat-syarat transaksi dan kondisi akan barang
yang diperjualbelikan baik dari kualitas maupun kuantitas. Setelah itu appilcant (pembeli) dapat melampirkan
kontrak penjualan tersebut kepada Bank untuk menerbitkan L/C untuk menjamin applicant bahwa setelah ia membayar, ia
akan mendapatkan barangnya dan barang tersebut harus sesuai dengan kontrak
penjualan yang sudah tertera pada L/C. Bank yang memproses ini disebut dengan
Bank Pembuka (Issuing Bank). Perlu
diketahui juga bahwa siapa yang berniat menerbitkan L/C, maka dia harus disebut
applicant, sedangkan penjualnya kita sebut dengan beneficiary.
Tahap
selanjutnya Issuing Bank yang
memberikan petunjuk kepada beneficiary
dalam menjual produknya, Peran Bank berubah menjadi Advising Bank. Transaksi ini terjadi di dua negara yang berbeda,
sehingga jarak Advising Bank dengan beneficiary sangat jauh. Untuk itu, Advising Bank di negara applicant dapat digantikan perannya oleh
Bank yang ada di negara beneficiary.
Jadi dalam hal ini memang memerlukan dua bank, yang satu di negara applicant sebagai Issuing Bank dan satu lagi di negara beneficiary sebagai Advising
Bank.
Setelah
itu Beneficiary akan membawa dokumen-dokumen penting ke Bank (mengenai pengiriman
produknya ke applicant) untuk
dinegoisasikan oleh Bank, apakah semua dokumennya sudah lengkap dan sesuai
dengan apa yang tertera di L/C (dalam proses ini Bank berperan sebagai Negotiating Bank). Jika sudah lengkap
dan sesuai dengan L/C maka Negotiating
Bank akan melakukan pembayaran ke benefeciary
atas penjualan yang telah dilakukannya. Kemudian Issuing Bank akan menagih piutangnya pada applicant untuk menyerahkan semua dokumen dan barang-barangnya
tesebut. Jika L/C dilakukan dalam negeri sehingga yang digunakan Letter
of Credit Local yang dalam bahasa Indonesianya adalah Surat Kredit
Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN), maka disini peran Issuing Bank dan Advising
Bank cukup dengan satu bank saja karena jaraknya terjangkau.
Pembangunan Koperasi di Negara Berkembang
Sejarah kelahiran dan berkembangnya koperasi di negara maju (barat) dan
negara berkembang memang sangat diametral. Di barat koperasi lahir sebagai
gerakan untuk melawan ketidakadilan pasar. Koperasi tumbuh dan berkembang dalam
suasana persaingan pasar. Dengan kekuatannya itu, koperasi meraih posisi tawar dan kedudukan penting dalam konstelasi
kebijakan ekonomi termasuk
dalam perundingan internasional. Peraturan perundangan yang mengatur koperasi
tumbuh kemudian sebagai tuntutan masyarakat koperasi dalam rangka melindungi
dirinya. Di negara berkembang
koperasi dihadirkan dalam kerangka membangun institusi yang dapat menjadi mitra
negara dalam menggerakkan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Kesadaran antara kesamaan dan
kemuliaan tujuan negara dan gerakan koperasi dalam memperjuangkan peningkatan
kesejahteraan masyarakat ditonjolkan di negara berkembang. Hal itu dilakukan untuk
mempercepat pengenalan koperasi dan memberikan arah bagi pengembangan koperasi
serta dukungan dan perlindungan
yang diperlukan.
Globalisasi dan runtuhnya
perekonomian sosialis di Eropa Timur serta terbukanya Afrika menyebabkan gerakan koperasi di dunia
telah mencapai status yang menyatu di seluruh dunia. Dahulu jangkauan pertukaran pengalaman gerakan koperasi dibatasi oleh blok
politik atau ekonomi. Hingga tahun 1960-an konsep
gerakan koperasi belum mendapat kesepakatan secara internasional. Lahirnya Revolusi ILO-127 tahun
1966 menjadi dasar pengembangan koperasi
mulai digunakan. Penekanan pada saat itu adalah memanfaatkan model koperasi sebagai wahana
promosi kesejahteraan masyarakat, terutama kaum pekerja. Syarat yang ditekankan bagi
keanggotaan koperasi adalah kemampuan untuk memanfaatkan jasa koperasi. Dalam hal ini resolusi tersebut
telah mendorong tumbuhnya program-program pengembangan koperasi yang lebih
sistematis dan digalang secara internasional.
Langganan:
Komentar (Atom)